Jakarta – Kunci utama dari target
atau capaian opini wajar dengan pengecualian untuk Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat adalah jika pimpinan kementerian dan lembaga tidak hanya patuh pada
aturan, tetapi juga komit melaksanakan anggaran yang sesuai standar akuntansi
pemerintahan yang transparan dan akuntabel serta efektif dalam pengendalian
internalnya.
Saat dihubungi Kompas, Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis, Selasa (7/6), di Jakarta,
mengatakan, selain melibatkan sumber daya manusia dan organisasi yang baik,
harus juga ada komitmen dari Sekretariat Jenderal (sekjen) dan Inspektorat
Jenderal (itjen) di tiap kementerian dan lembaga (K/L) untuk sungguh-sungguh
melaksanakan anggaran. “Keduanya menjadi ujung tombak dari pelaksanaan dan
pengendalian anggaran yang baik, patuh, dan efektif,” kata Harry.
Tanpa komitmen seluruh sekjen dan
itjen, kata Harry, pemerintah sulit mendapatkan opini wajar dengan pengecualian
(WDP). Saat ini, opini yang baru bisa diberikan BPK terhadap LKPP 2015 adalah
WDP. “Harapan kita, tahun depan, LKPP 2016 yang kami audit opininya WTP, dan
tak ada lagi disclaimer atau auditor
tidak bisa menyatakan pendapatnya,” tutur Harry.
Saat ini, LKPP tahun 2015
tercatat masih ada enam masalah yang belum bisa diselesaikan dengan baik di
K/L. Enam masalah itu adalah ketidakpastian nilai penyertaan modal negara di PT
PLN, penetapan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi, piutang
bukan pajak dari Kejaksaan Agung, persediaan di Kementerian Pertahanan yang
belum ditopang penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekondisian barang yang
memadai, serta penyajian saldo anggaran lebih (SAL) yang tak akurat.
Dibandingkan LKPP 2014, yang
opini WTP-nya ada 62 K/L, LKPP 2015 opini WTP-nya justru turun menjadi 56 K/L. Sebaliknya,
opini WDP justru bertambah dari 18 K/L menjadi 26 K/L. Sementara yang TMP atau
tidak menyatakan pendapat (disclaimer)
berkurang dari tujuh menjadi empat K/L.
Selama ini, atas hasil audit, BPK
menempatkan opini WTP sebagai yang opini terbaik/tinggi, disusul dengan opini
WTP dengan paragraf penjelasan (DPP), lalu opini WDP, dan terakhir opini TMP (disclaimer).
Komnas HAM Siap Perbaiki
Terkait opini TMP atau disclaimer yang diberikan BPK kepada
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, anggota Komnas HAM Natalius Pigai di sela
rapat paripurna di kantor Komnas HAM, Jakarta, siap memperbaiki penilaian hasil
audit BPK. Langkah-langkah signifikan langsung diambil dengan menggelar rapat
paripurna di tingkat internal agar melakukan penyelidikan di tingkat internal.
“Dari rapat paripurna, saya dan
komisioner Anshori Sinungan diperintahklan menyelidiki secara internal untuk
bisa melakukan perbaikan. Apakah penilaian BPK berupa disclaimer itu akibat kesalahan komisioner, sekjen atau di tingkat
staf,” ujar Natalius.
Menurut dia, semua aspek internal
akan jadi bahan penyelidikan sampai batas waktu yang disediakan BPK selama 60
hari. Diharapkan, penyelidikan selesai secepatnya dan perbaikan dapat
dilakukan. Penyelidikan antara lain mencermati kesalahan pihak-pihak tertentu
secara sadar atau disengaja. Tentu, aktor-aktor yang menyalahgunakan kewenangan
akan dikenai sanksi. Jika ditemukan kelalaian atasan atau pihak yang diberi
tanggung jawab, sanksi akan dijatuhkan.
Selain Komnas HAM, tiga K/L
berstatus TMP adalah Kementerian Sosial, Kementerian Pemuda Olahraga, dan TVRI.
Disadur
dari: Harian Kompas, Rabu, 8 Juni 2016
Hak Cipta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan | Peta Situs | Email Kemenkeu | Ikuti Kemenkeu
Manajemen Portal Itjen - Gedung Djuanda II Lantai IV Jalan dr.Wahidin No 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 3132 Jkt. 10031